RODA PEDATI

Banyak orang yang teringat akan istilah “roda pedati” kala melihat dan merasakan siklus kehidupan yang fluktuatif. Bagiku, bagimu barang tentu beragam sikap, rasa, hasrat dan gejolak yang diekspresikan. 

Terjerumus jatuh dan tenggelam, berantakan menahan amukan badan bagai pohon yang berakar kuat menusuk bumi sebagai pegangan dan tumpuan untuk berdiri kokoh, bertahan tak mundur sedikit centimeter pun, atau bahkan melawannya, arus yang keras tak dipedulikan bagai kawanan ikan salmon melawan derasnya arus sungai menerjang gagah berani, sekalipun nyawa menjadi taruhannya, mereka tak sedikitpun megeluh. 

Maka berputarlah roda pedati itu, bulat ataupun lingkaran. Itu bukanlah masalah. Melainkan perputarannya yang diceritakan. 

Kala dibawah kala diatas dan kala berada diantaranya. Kesemuanya merupakan sebuah siklus hidup yang diterjemahkan dalam istilah-istilah, mengatasi kebingungan para manusia yang berada di posisi bawah. Manusia di posisi atas, apa peduli mereka. Mereka terlalu sibuk menikmati kenikmatan yang tergenggam. Terlalu gampang untuk memenuhi nafsu-nafsu, terlalu gampang untuk gelak tawa. Gigi putih dan bibir indah menghiasi wajah yang bersih, indah dan menawan. Sesekali terbahak-bahak, bak hidup hanya mereka saja yang punya, menghiraukan manusia-manusia yang tak seberuntung mereka, yang menderita kelaparan, mati membusuk tak ada yang memperdulikan. Bahkan kematian itu sebuah keuntungan, karena berkuranglah jumlah manusia kumuh di bumi.

Roda pedati, apakah itu menjadi penawar luka derita yang dialami mereka yang lapar hari ini, dan khawatir akan hari esok, apakah akan menahan lapar lagi seperti hari ini.

Roda pedati menjadi makanan mereka yang semu, untuk mengenyangkan perut mereka yang nyata-nyata benar lapar.

Makna dibalik kata roda pedati, hanya menjadi kekuatan bagi mereka yang menganggap tak beruntung dalam kehidupan mereka. Sementara, kata roda pedati hanya sepintas lalu saja melintasi relung hati mereka yang  beruntung dalam kehidupan mereka. Maka, hilanglah rasa kepedulian akan mereka yang menderita dalam hidup ini. Teruslah menderita kalian yang tak beruntung, bekerja keraslah lagi kalian yang tak beruntung, supaya keberuntungan itu berpihak kepada kalian. Karena, mereka yang beruntung, bermegah diatas roda pedati tak akan melihat kebawah, karena telah dihalangi oleh gemerlap dunia yang tak akan habis-habisnya dinikmati, tak akan jenuh-jenuh dilakukan. Bukankah mereka juga telah berjuang untuk dapat menikmati segala yang ditawarkan oleh dunia ini. Demikian jugalah kalian yang tak beruntung. Mari gerakkan roda pedati itu bergerak hingga membawa kalian pada posisi diatas. Roda pedati bagai serbuk ajaib yang dimiliki oleh sang peri, bak cerita anak-anak luar negeri itu. Yang dapat memberi kesegaran dan semangat bagi mereka yang tak beruntung dalam kehidupan ini.

Kata yang tak sekedar dipahami harafiah saja, telah dikontruksi sedemikian rupa, dengan pelbagai macam makna-makna.

Maka sesungguhnya, apakah kehidupan yang beruntung itu, adalah milik mereka yang benar-benar melewati proses-proses yang tak mudah. Ataukah kehidupan yang beruntung itu datang bagai gempa bumi yang tak mengenal tempat. Ataukah kehidupan beruntung itu menjadi garis hidup manusia-manusia yang telah tertunjuk untuk mendapatkan keberuntungan itu, kita kenal dengan kata nasib. Yang jelas saat ini adalah, manusia dengan anugerah otak, telah mampu saling memahami antara satu dengan yang lain, tertuang dalam bahasa. Kembali, roda pedati sebuah  penolong bagi manusia yang tak beruntung. Sekarang adalah, memahaminya sedemikian rupa agar tidak kelebihan makna ataupun kekurangan makna.

Yang tak beruntung tak menjadi gila akibat beratnya hidup ini, tertolong oleh kuat pengaruh kata-kata yang ajaib itu. Harusnya jatuh, kini berupaya untuk menggerakkan diri agar kata berada dibawah roda pedati berubah menjadi kata diatas roda pedati.

Kata yang bukan sekedar kata, namun penafsu yang melahirkan getar-getar dalam dada, kemudian berimbas kepada tubuh. Menggerakkan kaki untuk melangkah, mengepalkan tangan kemudian mengangkatnya tinggi, didalam hati atau bahkan lidah beradu dengan langit-langit mulut meneriakkan sekencang-kencangnya bahwa hidup terus berlanjut dengan semangat juang yang membara. Membakar, menghancurkan, serta meluluhlantahkan ketakutan, kekhawatiran, dan keragu-raguan dalam diri, jiwa, dan kalbu.

Hanya sebuah kata-kata, dimanfaatkan untuk beragam hal. Namun, itulah yang terjadi. Manusia dengan kata-kata bisa saja menjadi kuat atau lemah. Manusia dengan kata-kata bahkan tak sadar apa yang berguna baginya.

Lihatlah, sebentar lagi manusia tak beruntung itu, akan menapaki langkahnya pada tujuannya, yang digerakkan oleh kata-kata. Mengejar manusia yang beruntung yang sepintas lalu saja dengan kata-kata yang bagi mereka tak beruntung bermakna itu. Maka manusia yang tidak beruntung mengejar manusia yang beruntung itu, atau mungkin meninggalkan manusia yang beruntung tertinggal jauh dibelakang.

Siklus, roda pedati itu berputar, fluktuatif. Kata-kata seringkali bermanfaat dan seringkali diabaikan. Sebentar lagi semuanya akan berubah, menjadi tak terduga. Maka, hiduplah dengan kata. Roda pedati berputar. Kata memberi kuat. Segalanya terlihat dan terasa, bergerak.

BY :

13 Mei 2016
Rumah Tumpangan Tanjung Morawa dan Perpustakaan Kota Medan
Mata Lelah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar